Senin, 11 Maret 2019

Persimpanga Selanjutnya

Bukankah aku pernah mengatakannya padamu tentang banyak hal yang mengecewakanku ?  bukankah kita telah lama berbagi segala rasa dan cerita ? walaupun aku tidak pernah tahu pasti kapan rasa ini mengalir kearah yang lain.

Kau yang menemukanku dititik terapuh, aku ingin menyembunyikannya mengaburkan segala persepsi orang padaku. Entah kenapa kau malah semakin dekat menemaniku disetiap persimpangaan waktu, sekuat apapun aku menghindar dan mendorongmu dipersimpangan berikutnya kita akan bertemu.

Pernahkah kau memikirkan cerita kita seperti aku ? menerka apa sebenarnya maksud Tuhan pada kita ? dan tahukah kau sebenarnya aku sudah mulai terbiasa denganmu. Hadirmu tidak lagi mengganggu malah cenderung aku menunggu.

Tumbuh bersamamu, melihat dan mendengar cerita keseharianmu, berbagi setiap sudut rahasia menyimpannya rapat didasar hati, walaupun sesekali menilik dan tersenyum mengenang momen itu. Ternyata detik telah menggaburkan waktu dan persimpangan berikutnya sudah ada didepan kita, kali ini aku tidak tahu seberapa panjang jalan ini. 

Aku mencoba menenangkan hatiku, berusaha meyakinkannya jika kita akan baik-baik saja. Walaupun senyummu yang memudar karena air mataku masih teringat jelas, suara tawamu yang menenangkan itu masih sesekali terdengar menyebalkan, candaanmu yang terkesan memaksakan kini terdengar lucu. Kini aku sadar ternyata aku begitu merindukanmu.

Selasa, 05 Maret 2019

TANPA JEDA


Semalam kau datang lagi dalam mimpi dengan membawa cerita yang berbeda, walau masih dengan wajah yang sama. Kau datang tanpa kata malam ini hanya terenyum ramah namun penuh amarah. Apakah kau masih kecewa dengan semua keputusan ini ? skenario yang tanpa kita sadari telah mengubah diri kita entah menjadi semakin dewasa atau sebaliknya.

Semalam kau datang lagi dalam mimpi dengan membawa raut muka yang berbeda. Kau datang kepadaku berjalan berlahan dalam diam, matamu menyorotkan kehawatiran namun juga penyesalan. Apakah kau masih belum menerima semuanya ? cerita yang telah kita mulai dan berakhir tanpa jeda atau hanya aku yang merasa kita seperti itu ? bertemu lalu menunggu entah sampai kapan waktu berlalu aku masih menunggu hal yang jelas semakin menyesakkan hati kita.

Semalam kau datang lagi dalam mimpi mungkinkah kali ini kau menyapa tanpa kata, kau berjalan mendekat dan duduk dihadapku. Entah kenapa kali ini aku dapat membaca lebih jelas tentang raut mukamu. Kau apa sebenarnya yang kau maksudkan ? 

Kita duduk di taman ditengah kolam tanpa kata tanpa suara, hanya gemricik air yang aku dengar hanya semilir lembut angin yang aku rasakan, semakin membuat dingin jeda yang tercipta. Kau masih diam tak memulai mengatakan semua keresahan tapi kesesakan ini semakin mendorongku untuk menanyakan walaupun kalimat tak ada satupun yang terucap. Hingga akhirnya kita masih sama baik dimimpi atau nyata, kita hanya dua orang yang menunggu tanpa jeda.

Minggu, 24 Februari 2019

ORANG PERTAMA DAN TERAKHIR


“kenapa aku menjadi orang yang kau hubungi terakhir saat kau kesulitan ?”
“aku hanya tidak ingin kau khawatir dan aku tidak ingin merepotkanmu”
“tapi kalau kau mendapati penolakan dari mereka yang kau mintai bantuan sebelumku, bagaimana ?”
“paling tidak aku berusaha terlebih dulu sebelum aku datang kepadamu”
itu yang aku fikirkan pertama kali saat suatu masalah datang
“setelah semua penolakan dan sakit hati itu kau baru berlari kepadaku ?”
“maaf jika menjadikanmu pilihan terakhir saat aku menemui suatu masalah”
“kenapa ? apa alasannya ?”
“aku akan membagi setiap momen dalam hidupku kepadamu, senang dan sedih, semuanya.. hanya saja pemberiannya akan berbeda, saat aku senang kau adalah orang pertama yang akan aku datangi dan mencurahkan segala kebahagiaanku dengamu, tapi jika kesedihan yang datang aku akan mendatangimu terakhir berharap aku bisa menyelesaikannya saat aku berusaha sendiri. Itu seperti kau adalah pintu rumah nomor terakhir dalam sebuah blok perumahan dan aku mendatangi satu per satu rumah dari depan kemudian saat aku sampai pada nomor terakhir aku hanya akan tersenyum dan berkata ‘apa kabar, aku memiliki cerita kau mau mendengarnya ?’, difikiranku aku memperlakukanmu seperti itu.”
“tapi tidakkah kau memikirkan apa yang ada difikiranku ?”
Aku menggeleng pelang.
“saat kau berjalan dan menghampiri pintu-pintu itu satu per satu apa yang kau fikirkan ?, tidak semua dari mereka berbaik hati membukakan pintu untukmu, tidak semua dari mereka menyuruhmu masuk dan duduk apalagi membuatkanmu coklat hangat untuk menenangkan hatimu, mendengar dengan sabar keluh kesahmu. Tidak semua dari mereka memperlakukanmu seperti itu, kau memilih menghampiriku terakhir berharap saat kau sampai padaku kau sudah tersenyum dan tanpa aku ketahui sebenarnya kau telah menelan kepahitan sendirian. Apa menurutmu itu adil untukku ?”
“aku hanya takut membuatmu cemas”
“lalu kau tidak tahu betapa cemasnya aku saat kau datang dengan semua luka itu ? dengan semua sakit hati dan bekas air mata di pipi.”
“maafkan aku”
“aku tidak tau apa yang sebenarnya ada dalam fikiranmu mengenai yang pertama dan terakhir”
“seseorang selalu berfokus kepada hal pertama yang mereka lakukan apapun itu, namun terkadang mereka luput mengenai hal terakhir yang ingin mereka lakukan. Banyak dari mereka tersadar dan menyesal saat kesempatan itu telah lewat”
“lalu aku ? bagimu menjadi yang pertama atau terakhir ?”
“kau ? bukankah seharusnya kau bisa menyimpulkannya sendiri ?”
“aku ingin mendengar darimu”
“kau bukan yang pertama dan sepertinya bukan keinginan terakhirku juga”
“wah... sedikit mengecewakan”
“tapi.. kau adalah cover dari cerita pertama dan terakhirku, kau melapisi segala aspek dalam kehidupanku”
Tak ada kata yang dia ucap untuk menanggapi kalimatku, kami hanya saling tersenyum dan menyeruput coklat hangat kesukaannya. Malam itu langit cukup cerah walapun udara malam sedikit dingin, badan dan hatiku cukup hangat mungkin karena coklat hangat ini dan kau ?

AKHIR MUSIM PANAS TUJUH TAHUN LALU


Tahun berlalu, cerita yang penuh drama sudah biasa menjadi santapan kita. Sedih, bahagia dan kadang situasi-situasi tidak jelas dan menyesakkan dada sudah mulai terbiasa sekarang. Aku sudah mulai akrab dengan sifat dan sikapmu, aku telah belajar banyak mengenai cara berinteraksi denganmu. Menatap laju waktu yang menentu berlahan memudarkan sebuah ikatan tapi tidak untuk harapan.
Waktu pertama bertemu sadarkah kau jika aku hanya penasaran padamu, dengan dirimu yang begitu pendiam. Aku mendekatimu karena aku hanya ingin tau dan memastikan perasaanku. Namun ternyata kenyataan ini menamparku saat ternyata kau adalah orang yang aku butuhkan sekarang, sosok yang tak berjudul di hidupku tetapi memegang peranan penting disitu. Aku tak ingin memberimu tittle dalam bentuk apapun, memberimu sebuah ikatan yang pada akhirnya hanya akan menyiksa dan menyesakkan dada.
Hubungan kita baik-baik saja tanpa kejelasan seperti ini “hanya kenalan” aku selalu mengatakan itu jika ditanya kau siapa, tapi apa sekarang akan ada yang percaya jika setatusmu sebagai kenalanku sudah berjalan sejauh ini.
Kau sering menjadi tokoh utama dalam cerita yang aku buat seringnya dalam kisah drama tragedi. Entah kenapa aku begitu menyukainya kisah perjalanan sepasang insan yang tidak berakhir bahagia. Aku lebih menyukai kisah yang sad ending, mungkin untuk beberapa orang ini akan terdengar sedikit aneh saat kau membaca cerita untuk melarikan diri dari kehidupan nyata namun malah menemukan cerita yang tak kalah tragisnya.
Aku pernah menulis dan membayangkanmu ada di dalam ceritaku yang memiliki akhir bahagia, namun setelah aku baca lagi kesannya malah menjadi aneh seperti itu bukan kau. Aku ingin menuliskanmu dalam sebuah lebaran yang bahagia entah itu dengan siapa, menuliskanmu dengan segala keindahan dan kelucuan yang kau miliki, humor recehmu yang bisa membuatku tertawa setelah beberapa hari kau melontarkannya. Dengan wajah tanpa dosa itu terkadang kau menanyakan hal yang diluar prediksiku, menyatakan kalimat-kalimat ambigu yang sedikit mengganggu. Tapi itulah dirimu, seseorang yang aku temui tujuh tahun lalu. Seseorang yang sejak pertama kali aku melihatnya aku yakin jika dengannya aku akan menulis banyak cerita.
Pernah beberapa kali kita terpisah entah itu karena keegoisanmu atau milikku. Aku yang keras kepala telah menguras habis sabarmukah ? atau kau yang mendekati sempurna memancing rasa muakku. Kadang aku masih mempertanyakan itu. Tapi sepertinya Tuhan masih menulis kisah kita dalam kertas yang sama, di pertigaan jalan kita berpisah, melangkah dengan keputusan masing-masing, memperjuangkan apa yang kita pilih diawal, tak saling menghubungi karena enggan atau alasan lain yang tak diungkapkan. Dipertigaan lain kita kembali bertemu dengan tak sengaja, kemudian kita melangkah beriringan sanyusuri jalan sambil bercengkrama apa saja yang telah kita temui di jalan yang kita lalui berbeda.
aku lupa bagaimana kita bisa sedekat ini, tapi aku tidak akan pernah lupa cerita bagaimana aku menemukanmu. Akhir musim panas tujuh tahun lalu.

Rabu, 20 Februari 2019

Pilihan Pagi Ini


Apa yang kau harapkan dari kehidupan ini ? apa yang kau fikirkan saat kau pertama kali membuka mata pada pagi hari ? dan kenapa kau memutuskan untuk hidup ? mengapa kau bisa mengatakan jika keputusan yang kau ambil adalah keputusan yang paling tepat.

Jika pertanyaan itu ditujukan untukku maka akan menjadi seperti ini jawaban versiku.
Apa yang aku harapkan dalam kehidupan ini ?. bagaimana aku menjelaskannya, aku tidak mengharapkan apapun, tidak menunggu atau ingin menjemput apapun, aku hanya menjalani sesuai skenario Tuhan saja. Jawabanku terbaca begitu naif dan konyol bagaimana seorang dapat menjalani hidup yah hanya begitu saja, seperti aku hanya hidup ya karena aku bernafas dan aku menunggu nafas itu berhenti, semacam itu sepertinya.

Hal pertama yang aku fikirkan saat aku terbangun pagi hari ?. cukup sulit ya saat kau terbangun dan otakmu sudah memproses segala hal yang harus kau kerjakan hari ini dan target apa yang harus kau selesaikan petang nanti, tapi jika aku boleh memilah hal paling pertama hari ini yang aku fikirkan saat aku terbangun adalah, “kenapa aku masih bangun”. Yah aneh memang, tapi aku memang sesekali berharap jika tidur malam yang aku lalui itu adalah kali terakhir aku memejamkan mata, aku ingin menutup mata dari kejamnya dunia karena saat kau menjadi orang yang berusaha paling keras maka saat kau kesakitan kau akan merasakan sakit yang berkali-kali lipat lebih menyakitkan dan menyiksa. Aku tidak ingin merasakannya lagi, aku ingin menghilangkan segala kesakitan ini, segala luka yang meraka torehkan aku tidak ingin merasakannya.

Kenapa aku akhirnya memutuskan untuk hidup ? jawaban kali ini mungkin akan sedikit aneh karena yah ada seorang yang aku sayang, ditengah beribu orang yang menyakiti dan keadaan yang membuatku ingin menyerah, ternyata orang-orang yang tidak lebih dari lima itu menjadikanku masih ingin merasakan hangatnya matahari, mereka menjadikanku masih ingin mengenal warna-warna baru para bunga yang belum pernah aku lihat, wangi-wangi yang belum pernah aku nikmati.

Kenapa pada akhirnya aku merasa jika keputusanku ini paling tepat ?. aku tidak pernah berfikir jika segala yang aku putuskan itu adalah suatu yang tepat, aku tidak pernah merasa aku selalu benar dengan semua keputusanku. Aku membenci setiap keputusan dan langkah kakiku, tetapi aku mencoba untuk menikmati, mencoba untuk menjalani hari dan menggunakan kesempatan yang langka ini untuk menikmati indahnya dunia dengan segala petualangannya.

Aku tidak pernah merasa aku adalah sosok yang terkuat, sosok yang paling hebat dan butuh ribuan sanjuangan dengan apa yang telah terjadi, namun ingatlah aku seorang yang paling redup cahayanya, aku adalah seorang yang paling kabur penggambarannya, seorang yang tak ingin terlihat dalam hingar bingar dunia, seorang yang ingin bersembunyi dari bisingnya jalan raya. 

Aku adalah seorang yang senang menari dalam gelapnya malam, menyanyi dalam sunyinya hutan, bersenandung dengan ribuan kunang-kunang, aku yang ingin melepas segala beban, seorang yang menginginkan sebuah kedamaian. Namun saat aku memutuskan untuk mejalani hari ini tadi pagi, tahukah kau pada detik itu aku menjadi manusia yang tidak sempurna, seperti yang lainnya.

Kahlil Gibran pernah mengungkapkan ada dua orang yang paling sempurna, satu adalah seorang yang telah usai menjalani kehidupan dan satunya lagi adalah orang yang belum terlahir didunia. Aku adalah orang yang berada diantara dua fase kehidupan itu, antara sebelun dilahirkan dan setelah kematian.

Lalu bagaimana kau bisa mengatakan jika kau adalah orang yang sempurna dan orang yang paling normal, mengatakannya dengan segala kesombongan itu ? kadang aku tidak mengerti pola pemikiran mereka.

Persimpanga Selanjutnya

Bukankah aku pernah mengatakannya padamu tentang banyak hal yang mengecewakanku ?   bukankah kita telah lama berbagi segala rasa dan ce...