Tahun berlalu, cerita yang penuh
drama sudah biasa menjadi santapan kita. Sedih, bahagia dan kadang
situasi-situasi tidak jelas dan menyesakkan dada sudah mulai terbiasa sekarang.
Aku sudah mulai akrab dengan sifat dan sikapmu, aku telah belajar banyak
mengenai cara berinteraksi denganmu. Menatap laju waktu yang menentu berlahan
memudarkan sebuah ikatan tapi tidak untuk harapan.
Waktu pertama bertemu sadarkah
kau jika aku hanya penasaran padamu, dengan dirimu yang begitu pendiam. Aku
mendekatimu karena aku hanya ingin tau dan memastikan perasaanku. Namun
ternyata kenyataan ini menamparku saat ternyata kau adalah orang yang aku
butuhkan sekarang, sosok yang tak berjudul di hidupku tetapi memegang peranan
penting disitu. Aku tak ingin memberimu tittle
dalam bentuk apapun, memberimu sebuah ikatan yang pada akhirnya hanya akan
menyiksa dan menyesakkan dada.
Hubungan kita baik-baik saja
tanpa kejelasan seperti ini “hanya kenalan” aku selalu mengatakan itu jika
ditanya kau siapa, tapi apa sekarang akan ada yang percaya jika setatusmu
sebagai kenalanku sudah berjalan sejauh ini.
Kau sering menjadi tokoh utama
dalam cerita yang aku buat seringnya dalam kisah drama tragedi. Entah kenapa
aku begitu menyukainya kisah perjalanan sepasang insan yang tidak berakhir
bahagia. Aku lebih menyukai kisah yang sad
ending, mungkin untuk beberapa orang ini akan terdengar sedikit aneh saat
kau membaca cerita untuk melarikan diri dari kehidupan nyata namun malah
menemukan cerita yang tak kalah tragisnya.
Aku pernah menulis dan
membayangkanmu ada di dalam ceritaku yang memiliki akhir bahagia, namun setelah
aku baca lagi kesannya malah menjadi aneh seperti itu bukan kau. Aku ingin
menuliskanmu dalam sebuah lebaran yang bahagia entah itu dengan siapa, menuliskanmu
dengan segala keindahan dan kelucuan yang kau miliki, humor recehmu yang bisa
membuatku tertawa setelah beberapa hari kau melontarkannya. Dengan wajah tanpa
dosa itu terkadang kau menanyakan hal yang diluar prediksiku, menyatakan
kalimat-kalimat ambigu yang sedikit mengganggu. Tapi itulah dirimu, seseorang
yang aku temui tujuh tahun lalu. Seseorang yang sejak pertama kali aku
melihatnya aku yakin jika dengannya aku akan menulis banyak cerita.
Pernah beberapa kali kita
terpisah entah itu karena keegoisanmu atau milikku. Aku yang keras kepala telah
menguras habis sabarmukah ? atau kau yang mendekati sempurna memancing rasa
muakku. Kadang aku masih mempertanyakan itu. Tapi sepertinya Tuhan masih
menulis kisah kita dalam kertas yang sama, di pertigaan jalan kita berpisah,
melangkah dengan keputusan masing-masing, memperjuangkan apa yang kita pilih
diawal, tak saling menghubungi karena enggan atau alasan lain yang tak
diungkapkan. Dipertigaan lain kita kembali bertemu dengan tak sengaja, kemudian
kita melangkah beriringan sanyusuri jalan sambil bercengkrama apa saja yang
telah kita temui di jalan yang kita lalui berbeda.
aku lupa bagaimana kita bisa
sedekat ini, tapi aku tidak akan pernah lupa cerita bagaimana aku menemukanmu.
Akhir musim panas tujuh tahun lalu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar